RUMAH TANGGA & KARIR
Jadi ibu rumah tangga sekaligus bantu suami bekerja atau jadi wanita karir? Kenapa tidak?
Kupandangi
jam di pojok kanan bawah layar desktop ku.
10:28
PM.
Sebentar lagi jam 11 malam. Aku masih punya waktu
sekitar 30 menit untuk bersantai sejenak sembari menunggu jam 11 tiba.
Ku arahkan pandangan ke tempat tidur. Lelaki itu
sudah terpejam di sana sejak 1 jam yang lalu.
Pandanganku kembali tertuju ke layar komputer.
Malam ini aku telah menyelesaikan satu artikel tentang sisi positif ibu rumah
tangga yang sekaligus sebagai wanita karir.
Kau tahu apa yang membuatku kesal malam ini? Ada
satu notes di Facebook yang baru saja aku baca. Isinya nyinyirin tentang ibu
rumah tangga yang juga bekerja dan berkarir. Kontras sekali dengan tulisan yang
telah aku selesaikan.
Kau ingin tahu isi tulisanku? Sebentar, biar aku
ceritakan padamu.
Menurutku, ibu rumah tangga dan wanita karir itu sama pentingnya.
Sangat menyenangkan bisa berbagi tanggungjawab bersama suami.
Mencari nafkah bukanlah tugas utama istri.
Sedangkan membantu suami adalah tugas utama istri. Jadi, sudah sepatutnya jika
para istri ingin ikut berkontribusi meringankan beban suami. Tentunya setelah
mendapat persetujuan dari suami.
Sebagai ibu rumah tangga yang juga bekerja, kita bisa terhindar dari stres yang disebabkan rutinitas sehari-hari.
Stres lho setiap hati berada di rumah dan mengurus
hal yang itu-itu aja. Kalau bekerja, beban stres jadi berkurang. Di tempat
kerja, para ibu bisa bertemu dengan teman-teman lainnya dan bisa berbagi
cerita.
Kita bisa jadi lebih bahagia dan lebih berarti karena ada karya yang dihasilkan.
Dengan berkarya, manusia jadi merasa lebih
berharga. Apalagi jika karya-karyanya dihargai dan diapresiasi.
Dengan bekerja, para ibu bisa sekaligus mengasah skill multitasking mereka.
Jadi ibu itu nggak mudah lho. Dibutuhkan skill
multitasking yang sangat mumpuni. Harus bisa masak sambil nyusuin anak sambil
nguras bak sambil bersihin rak hanya dengan dua tangan dalam satu waktu.
Pergaulan kita jadi tambah luas. Nggak melulu soal anak-suami-rumah-anak-suami-rumah-anak-suami-rumah.
Sungguh berat perjuangan menjadi ibu. Makanan
belum siap, ibu. Pakaian belum disetrika, ibu. Lantai nggak bersih, ibu. Anak
dipanggil kepala sekolah, ibu. Ayah pegal-pegal minta dipijitin, ibu. Hmmm,
kalo begini terus setiap hari, betapa lelahnya ibu-ibu di dunia.
Oleh karena itu, untuk mengalihkan perhatian dari
tetek-bengek rumah tangga, para ibu mengalihkannya dengan bekerja. Dengan
bekerja, pergaulan jadi tambah luas dan tambah wawasan.
Kata siapa nanti mental anak tidak berkembang dengan baik? Itu hanya mitos belaka. Justru anak jadi lebih mandiri.
Jangan percaya pada mitos di atas. Memang ada anak
yang mental dan fisiknya tumbuh tidak seimbang lantaran tidak diperhatikan oleh
orangtuanya. Namun penyebabnya belum tentu karena ibunya memilih menjadi wanita
karir. Bisa jadi karena prahara rumah tangga atau sebab lainnya.
Bukankah ibu guru-ibu guru di sekolah kita juga
bekerja? Pagi-siang mereka mengurus anak orang lain di sekolah. Sore-malam
mereka mengurus anak sendiri di rumah. Toh nyatanya keluarga para ibu guru itu
tetap berjalan normal dan baik-baik saja.
Justru anak jadi lebih mandiri karena tahu job desc yang harus dilakukan
jika sang ibu tidak berada di rumah.
Kamu akan terhindar dari aktivitas gossip-menggosip karena punya kesibukan lain.
Sudah menjadi rahasia umum jika kita, para
ibu-ibu, saling bergosip ria di waktu senggang. Sebenarnya bukan bergosip.
Istilah tepatnya saling berbagi cerita. Kegiatan ini tentu saja membuang-buang
waktu jika dilakukan setiap hari. Dengan bekerja, waktu yang digunakan untuk
‘berbagi cerita’ menjadi berkurang karena ada kesibukan lain yang harus
dilakukan.
Kembali ke individu masing-masing. Bukan pilihannya yang salah. Bukan wanita karirnya yang salah. Bukan ibu rumah tangga yang salah. Namun salah individu itu yang tak mampu mengatur waktu.
Pada akhirnya, semua kembali pada pilihan
masing-masing. Setiap pilihan memiliki konsekuensinya sendiri. Entah menjadi
ibu rumah tangga 100% ataupun nyambi
berkarir di luar keduanya sama baiknya. Jangan lupa untuk mendapat restu suami
terlebih dahulu.
Kulirik lagi jam di layar desktop. Kali ini tepat
pukul 11 malam. Sudah dulu ya. Kapan-kapan disambung lagi. Aku harus tidur agar
besok tidak terlambat.
Buletin PIISEI, edisi 40 Desember 2016
Komentar
Posting Komentar